Liburan kali ini tidak membuatku tergoda untuk pergi ke tempat wisata yang aku impikan. Hatiku galau merintih menahan sakit yang aku derita. Ternyata lagu bang maggy Z kali ini aku tentang. Mending sakit hati dari pada sakit gigi, karena sakit gigi bagiku menyiksa banget. Tengah malam terbangun gara-gara maraung-raung kesakitan. Tidur tidak nyenyak makan pun tak enak, gelisah sepanjang hari.
Ini bermula karena tambalan pada gigiku ada yang bocor. Aku mengetahuinya sejak gejala itu terjadi 3 bulan yang lalu. Aku mencoba bertahan dengan rasa itu. Tapi apa daya aku tidak bisa menghadapi semua itu. Sudahlah lupakan itu semua. Terlalu panjang untuk di uraikan. Seperti menggulung benang kusut yang tidak ketemu ujungnya.
Hari-hari aku lalui di rumah merintih seperti orang pesakitan yang tak kunjung sembuh. Mungkin lebih tepatnya seperti orang sekarat. Aku mengurung diriku di dalam kamar, bagiku seperti dalam surga peraduan yang membuat hatiku nyaman. Aku mencoba membuat kesenangan sendiri dengan online. Aku mencoba bersosialisasi dengan teman-temanku yang sudah sekian lama tidak pernah ketemu. Dengan sedikit obrolan lewat tulisan membuat hatiku senang. Sampai-sampai aku tertidur pulas tanpa meninggalkan bekas. Hanyut terbuai oleh mimpi yang telah membawaku pergi dari dunia nyata. Terbang ke alam bawah sadar yang tak mungkin di masuki tanpa harus melakukan ritual tidur. Sungguh suatu keajaiban yang sangat mustahil. Sulit di nalar oleh akal pikiran manusia.
Pagi-pagi aku terbangun oleh rasa yang membekas. Seperti makhluk alien aku bangun tampak kebingungan. Kubuka mata lebar-lebar mencoba menerka berada dimanakah gerangan. Ternyata aku masih berada dalam kamarku yang sempit dan pengap. Aku duduk sebentar sambil kupegangi kepalaku yang rasanya bagai di hantam godam. Cemut-cemut mata berkunang-kunang penyakit apa lagi yang aku derita? Sungguh tidak aku harapkan penyakit seperti ini singgah di diriku. Akankah aku mengalami siksaan seperti ini sepanjan hidupku setelah kejadian gegar otak beberapa tahun silam.
Aku mencoba jalan-jalan pagi di sekitar rumah. Menghirup udara pagi di pedesaan yang sangat segar. Udara pagi yang belum tercemar oleh gas racun pembakaran kendaraan bermotor dan asap pabrik yang keluar dari cerobong asap seperti cerutu rokok raksasa. Sungguh suatu pemandangan yang sangat alami. Bagiku masih tampak sama seperti waktu aku masih kecil dulu. Bau wangi rumput pagi hari yang bercampur embun masih tetap sama tidak ada perubahan aroma rasa. Layaknya sang ahli pencium cengkeh cita rasa tinggi.
Aku tampak melihat sesosok yang aku kenal sedang jongkok mengambili bibit padi. Dia ternyata temanku sewaktu duduk di bangku SD dulu.
"hai..." aku coba menyapa sbg awal pembuka obrolan.
"sedang apa kamu di sini" dia membalas dengan sebuah pertanyaan.
"eh...Anu aku cuman jalan-jalan ingin melihat suasana pagi hari di sawah" jawabku sekenanya. Lalu dia tersenyum saja sambil melanjutkan pekerjaanya.
Melihat kondisi dia aku merasa lebih beruntung ternyata, meski aku tidak seberuntung seperti teman-temanku lainya yang bisa mendapatkan beasiswa sekolah ke Jepang. Setidaknya aku masih bekerja di kantor dengan duduk manis di bawah pancaran suhu AC yang dingin dan menghadap komputer yang biasa aku pake bekerja, online juga tentunya. Sebaliknya dia bekerja sambil jongkok berkotor-kotor campur tanah liat yang lembek dan basah oleh genangan air sawah. Sungguh beban moral yang harus ia tanggung. Aku tidak serta merta mengejek pekerjaan itu karena sejatinya semua sudah digariskan oleh Allah S.W.T yang maha adil dan maha mengetahui. Dan aku juga tidak menyombongkan statusku sekarang karena aku paham benar di atas langit masih ada langit. Aku tidak serta merta menyombongkan posisiku saat ini. Karena semua impianku belum tercapai. Aku masih berpijak pada satu anak tangga sedangkan masih ada ribuan anak tangga yang belum aku naiki. Semoga aku bisa mencapai semua itu.
Aku melangkah untuk pulang karena sang surya sudah mulai membakar kepalaku. Meski pancarannya mengandung pro vitamin D tapi tidak untuk berlama-lama menikmati pancaran itu karena semakin siang bisa-bisa kulit menjadi terbakar. Perutku meronta-ronta, mengaduk-aduk lambungku tanda sudah mulai minta diisi. Aku meninggalkan mereka menjauh dari pandangan. Lamat-lamat dari kejauhan tampak seperti hewan pegerat yang sedang mencari makan. Hatiku ngilu merasakan semua ini. Aku mencoba bertahan untuk tidak menjadi putus asa. Apakah cobaan selanjutnya aku bisa menjalani dengan ikhlas dan penuh kesabaran. Hanya waktu yang bisa menjawab semua itu.
Saturday, January 16, 2010
Perasaan Itu
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
semoga lekas sembuh ....
ReplyDeletejangan lupa di gosok tiap pagi dan sebelum tidur ..
hi hi hi hi .....
Cepet sembuh sakit giginya..
ReplyDeleteyah syukuri apa yang ada fiq..bersykur buat kondisi yang lain di kala sakit :)
ReplyDeletemampir.. dah lama gak mampir hehehehe cepat sembuh yah..
ReplyDeletemensyukuri nikmat yang diberikan oleh Sang Pencipta
ReplyDeletedi kala sakit dan di kala mendapat kebahagian
hehehe
udah sembuh sakit giginya bro
semoga cepat sembuh sobat
ReplyDeletehallo... konfirm YM ku ya... :)
ReplyDeleteEh...YM nya apa ya? Maaf banyak banget yang add.
Delete#serasa jadi artis