Desember yang terbayang di pikiranku adalah akhir tahun penuh dengan senang-senang, suka cita, gembira riang, atau liburan ke antah berantah. Oh...no...ternyata itu hanya bayaganku saja dan itu tidak mungkin bisa terrealisasikan. Kenyataanya aku masih meringkuk di kursi pesakitan mengerjakan dead line yang di uber-uber sang kala. Aku seperti kucing yang terbakar ekornya, kesana kemari menyelamatkan diri dari kebakaran. Jiwaku lelah merasakan getirnya kehidupan monoton yang terjadi setiap harinya, hanya kejadian yang sama, hanya itu-itu saja yang tersajikan.
Semakin aku paksakan semakin sakit yang aku rasakan, tapi semua harus di jalani demi tujuan dan ambisi. Apakah ini sisa pesakitan lima tahun silam? ah...itu tidak mungkin, aku merasa itu sudah sembuh total. Yang kurasakan sama persis tepat berada di bekas luka itu. Aku biarkan saja, aku jalani hidup ini seiring sang kala berputar pada porosnya. Tapi yang terjadi malah sakitku menjadi-jadi, meraung-raung menahan pesakitan ini. Apa boleh buat sehari delapan jam mata menghadap benda yang menhasilkan pancaran sinar elektron yang sangat berbahaya bagi mata. Sehingga memicu terjadinya sakit kepala yang hebat, perang syaraf dimulai.